Upacara adat perkawinan Sunda merupakan
tambahan dari acara pokoknya, yaitu ijab dan qobul sebagaimana yang
telah disyariatkan oleh Agama Islam. Tambahan acara ini seringkali
menjadi peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh yang hadir karena mengandung
hal-hal yang bersifat humoris dan ada sesuatu yang dibagikan kepada
hadirin. Namun demikian, acara adat tersebut tidaklah ada kaitannya
dengan acara pokok akad nikah. Hal demikian itu, hanya sekedar hiburan
sebagaimana halnya penyajian lagu-lagu, kasidahan atau orkes dangdut.
Bagian-bagian acara adat yang biasa dilaksanakan meliputi; nincak endog (menginjak telur) yang maksudnya adalah bahwa si mempelai penganten itu akan memulai malam pertamanya dengan indah. Ketika melaksanakan malam pertama itu, si penganten harus benar-benar hati-hati dan tidak “grasa-grusu”, sehingga nantinya menghasilkan yang baik. Nincak elekan (menginjak semacam bamboo yang biasa dibuat suling) maksudnya hamper sama. Hanya saja ini disimbolkan kepada “wanita”, sedangkan telor, lebih disimbolkan kepada laki-laki.
Selanjutnya, Meuleum Harupat (membakar segenggam yang berisi tujuh buah potongan lidi), maksudnya adalah membuang atau membakar sifat-sifat jelek yang ada pada diri manusia, seperti : iri, dengki, mudah tersinggung, pemarah, kikir, tamak dan sombong. Kemudian, Meupeuskeun kendi (memecahkan kendi), yang maknanya sama dengan akan melepasnya masa bujang dan gadis pada malam pertama.
Sedangkan, Ngaleupaskeun Japati (melepaskan burung dara) dan Melempar kanjutkunang (melempar tas kecil terbuat dari kain) kepada yang hadir, adapt ini melambangkan/symbol, bahwa kedua orang tua melepas penganten yang terakhir di keluarganya. Jadi yang terdapat dikeluarhganya dihabiskan atau dibagikan sebagai ungkapan rasa kebahagiaan atau pula sebagai tanda bahwa orang tua tersebut mengawinkan anaknya yang terakhir.
Setelah itu acara sawer, yaitu melemparkan barang-barang seperti, beras kuning, permen, dan uang recehan seraya dibarengi lagu-lagu yang berisi pepatah bagi pengantin. Beras kuning, permen dan uang recehan adalah symbol keduniaan yang harus dicari oleh khususnya pihak laki-laki dan dipelihara oleh pihak wanita (isteri).
Setelah sawer kemudian dilakukan acara buka panto (buka pintu) yang dimaksudkan pembelajaran kepada pengantin dalam hal tata krama di rumah antara suami dan isteri.
Akhir dari acara adat pengantin sunda adalah acara “huap lingkung” yang berisi saling menyuapi dengan air minum, nasi kuning dan pabetot-betot bakakak (saling menarik ayam panggang) bagi yang dapat bagian terbesar dari ayam tersebut adalah pertanda akan mendapat rezeki yang banyak (jikalau diusahakan dengan baik). Pada acara huap lingkung inipun, dilakukan huap deudeuh dan huap geugeut yang artinya saling memberi sebagai tanda kasih sayang.
Bagian-bagian acara adat yang biasa dilaksanakan meliputi; nincak endog (menginjak telur) yang maksudnya adalah bahwa si mempelai penganten itu akan memulai malam pertamanya dengan indah. Ketika melaksanakan malam pertama itu, si penganten harus benar-benar hati-hati dan tidak “grasa-grusu”, sehingga nantinya menghasilkan yang baik. Nincak elekan (menginjak semacam bamboo yang biasa dibuat suling) maksudnya hamper sama. Hanya saja ini disimbolkan kepada “wanita”, sedangkan telor, lebih disimbolkan kepada laki-laki.
Selanjutnya, Meuleum Harupat (membakar segenggam yang berisi tujuh buah potongan lidi), maksudnya adalah membuang atau membakar sifat-sifat jelek yang ada pada diri manusia, seperti : iri, dengki, mudah tersinggung, pemarah, kikir, tamak dan sombong. Kemudian, Meupeuskeun kendi (memecahkan kendi), yang maknanya sama dengan akan melepasnya masa bujang dan gadis pada malam pertama.
Sedangkan, Ngaleupaskeun Japati (melepaskan burung dara) dan Melempar kanjutkunang (melempar tas kecil terbuat dari kain) kepada yang hadir, adapt ini melambangkan/symbol, bahwa kedua orang tua melepas penganten yang terakhir di keluarganya. Jadi yang terdapat dikeluarhganya dihabiskan atau dibagikan sebagai ungkapan rasa kebahagiaan atau pula sebagai tanda bahwa orang tua tersebut mengawinkan anaknya yang terakhir.
Setelah itu acara sawer, yaitu melemparkan barang-barang seperti, beras kuning, permen, dan uang recehan seraya dibarengi lagu-lagu yang berisi pepatah bagi pengantin. Beras kuning, permen dan uang recehan adalah symbol keduniaan yang harus dicari oleh khususnya pihak laki-laki dan dipelihara oleh pihak wanita (isteri).
Setelah sawer kemudian dilakukan acara buka panto (buka pintu) yang dimaksudkan pembelajaran kepada pengantin dalam hal tata krama di rumah antara suami dan isteri.
Akhir dari acara adat pengantin sunda adalah acara “huap lingkung” yang berisi saling menyuapi dengan air minum, nasi kuning dan pabetot-betot bakakak (saling menarik ayam panggang) bagi yang dapat bagian terbesar dari ayam tersebut adalah pertanda akan mendapat rezeki yang banyak (jikalau diusahakan dengan baik). Pada acara huap lingkung inipun, dilakukan huap deudeuh dan huap geugeut yang artinya saling memberi sebagai tanda kasih sayang.
Sehari sebelum acara perkawinan dimulai, dilakukan terlebih dahulu
acara siraman terhadap kedua calon mempelai (secara terpisah) oleh kedua
orang tua calon mempelai. Acara ini meliputi kegiatan; mandi kembang,
berjalan diatas tujuh helai kain samping dan pengajian sebagai ugkapan
permohonan keselamatan. Acara siraman ini dimaksudkan sebagai tanda
kasih sayang orang tua yang terakhir khususnya dalam memandikannya
karena setelah berkeluarga diserahkan kepada masing-masing. Acara
sebelum hari pokok ini hampir sama untuk setiap daerahnya, baik acara
Penganten jawa atau bahkan Sumatera.
Mengenai Lamanya acara adat ini, biasanya sekitar dua jam dan dipandu
oleh juru rias serta MC yang mengambil tempat biasanya di depan rumah
(halaman depan) atau diselenggarakan secara khusus di gedung tempat
resepsi dengan harapan dapat disaksikan oleh para tamu undangan.
Tidak semua acara perkawinan diikuti acara adat. Mungkin bagi mereka
yang ingin simple-simpel saja pasti tidak dilakukan, tapi bagi mereka
keluarga yang masih memegang kuat adapt walaupun anak-anaknya tidak
saja, apa boleh buat harus diikuti. Sekali lagi diingatkan, bahwa acara
adat itu sekedar tambahan yang bersifat hiburan dan tidak mengandung
makna ibadah langsung. Sekedar meramaikan. Dikerjakan boleh, tidakpun
tidak apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar