altImplementasi pembangunan secara
menyeluruh (holistic comprehenship) paling tidak harus memperhatikan
aspek-aspek kebutuhan (need, drive, and motive) masyarakat lokal (local
community), keseimbangan alam, nilai-nilai, filosofi hidup dan kehidupan
masyarakat lokal (Contoh filosopi dalam Budaya Sunda: ”Hirup Kudu Jeung
Huripna”, artinya bahwa selain kita berupaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, tetapi kita juga perlu memikirkan kelangsungan hidup di
masa yang akan dating/kudu inget anak incu).
Tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dalam arti sejahtera lahir dan bathin. Kesejahteraan lahir akan terkait dengan tingkat kehidupan baik yang menyangkut ekonomi maupun strata sosial, sementara kesejahteraan bathin akan berkaitan dengan believe system yang ada pada dirinya. Bagaimana manusia memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance) serta bagaimana cara dia mengaktualisasikan dirinya (self actualization), “Saha Urang, Keur Naon Urang, Jeung Rek Kamana Urang”.
Tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dalam arti sejahtera lahir dan bathin. Kesejahteraan lahir akan terkait dengan tingkat kehidupan baik yang menyangkut ekonomi maupun strata sosial, sementara kesejahteraan bathin akan berkaitan dengan believe system yang ada pada dirinya. Bagaimana manusia memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance) serta bagaimana cara dia mengaktualisasikan dirinya (self actualization), “Saha Urang, Keur Naon Urang, Jeung Rek Kamana Urang”.
Konsepsi pembangunan paling tidak akan
terkait dengan tiga hal, yaitu: Pertama, tujuan dari pembangunan, yang
secara umum diarahkan sebagai pola gerak yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat (social welfare). Kedua, sasaran dari
pembangunan, yaitu manusia berserta aktivitas-aktivitasnya yang
didasarkan pada lingkungan alam, kondisi sosial dan supranatural.
Ketiga, substansi/aspek dari pembangunan, yaitu meliputi pembangunan
infrastruktur dan prasarana dasar, ekonomi, serta socio-cultural.
Manusia sebagai sasaran dan pelaku
pembangunan merupakan fokus dan lokus dari pembangunan. Manusia sebagai
sasaran diartikan bahwa tujuan pembangunan adalah peningkatan
kesejahteraan masyarakat (social welfare), sedangkan sebagai pelaku
pembangunan adalah menempatkan faktor manusia sebagai elemen yang
melaksanakan aktivitas demokratis-partisipatif dalam pembangunan, mulai
dari identifikasi kebutuhan (need assesment), perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi/pengendalian.
Penetapan tujuan pembangunan, sasaran
pembangunan, penentuan substansi/aspek dari pembangunan, organ yang
merealisasikannya adalah manusia. Pada posisi demikian, manusia bisa
berperan sebagai subjek/pelaksana pembangunan (bagian dari input), dan
berperan sebagai objek pembangunan (output dari pembangunan). Manusia
adalah mahkluk sosial, bersifat dinamis, serta karena predikatnya
sebagai makhluk sosial tersebut maka manusia juga merupakan makhluk yang
berbudaya atau berkebudayaan. Makhluk yang berbudaya atau berkebudayaan
adalah karena manusia memiliki pikiran dan perasaan, sehingga dengan
kekuatan akal pikiran dan kekuasaan yang dimilikinya tersebut manusia
dapat mencipta, dalam bentuk hasil cipta, karsa, dan rasa. Hasil-hasil
tersebut secara umum misalnya terjelma dalam bentuk politik, ekonomi,
sosial, teknologi, transportasi, komunikasi, religi. Sehingga sangat
beralasan ketika ada upaya untuk melaksanakan proses pembangunan
(perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) politik, ekonomi, sosial,
teknologi, transportasi, komunikasi, dan religi yang berorientasi kepada
budaya atau berbasiskan budaya lokal masyarakat setempat.
Titik sentral proses pembangunan pada
saat ini terletak pada upaya, bagaimana suatu daerah mampu menciptakan
sumber daya manusia yang unggul, membangun sektor ekonomi masyarakat
lokal yang kokoh (rentan terhadap krisis moneter dan ekonomi), serta
bagaimana suatu daerah mampu menjaga keseimbangan alam dalam
melaksanakan proses pembangunannya. Selama ini proses pembangunan yang
telah kita laksanakan, menyangkut sumber daya manusia, ekonomi
masyarakat, serta lingkungan hidup yang terlalu berorientasi kepada
konsep-konsep yang diadopsi dari konsep masyarakat Barat, sedangkan
konsep tersebut secara kasat mata tidak sesuai dengan budaya masyarakat
lokal setempat. Seandainya kita mau sedikit terbuka, dan mau
berintrospeksi, terutama menyangkut Budaya Sunda, banyak nilai-nilai
kesundaan yang berkaitan dengan orientasi pembangunan dalam bidang
peningkatan sumber daya manusia, ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam
bidang sumber daya manusia misalnya, bagi masyarakat sunda ada filosopi
yang sudah tidak asing, yaitu membentuk peserta didik yang “Cageur,
Bageur, Bener, Pinter, Singer”. Konsep Cageur berkaitan dengan bagimana
membentuk SDM yang sehat jasmani dan rohani, bageur berkaitan dengan
bagimana membentuk SDM yang bermoral, tahu tata krama, tahu sopan
santun, bener berkaitan dengan kepatuhan terhadap aturan, pinter
berkaitan dengan bagimana membentuk SDM yang cerdas dalam penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep singer terkait dengan masalah
keterampilan.
“Sunda Nanjung Lamun Pulung Turun ti
Galunggung”, merupakan uangkapan urang sunda yang mempunyai makna bahwa
“orang sunda akan maju/gemilang (nanjung) kalau cahaya/sinar (pulung)
memancar dari jati diri nan agung (galunggung). Mungkin ungkapan ini
nyaris tak terdengar ditelinga kita, apalagi pada generasi muda pada
saat ini, pada kalangan orang tua pun mungkin tidak banyak yang mengerti
makna ungkapan tersebut.
Tiga makna ungkapan tersebut adalah (1)
Sunda nanjung yang memiliki makna bahwa kita akan mencapai kegemilangan
prestasi bila (2) Pulung yang maknanya cahaya/sinar memancar dari (3)
Galunggung : yang berasal dari kata galuh (galih) artinya jatidiri yang
agung (besar). Makna ungkapan tersebut memberi gambaran kepada kita
bahwa bila kita ingin mencapai suatu prestasi yang gemilang maka kita
perlu memiliki jatidiri yang besar. Besar disini mempunyai makna “Luhung
Ku Elmu Jembar Ku Pangabisa” atau memiliki pengetahuan, wawasan,
keterampilan yang lengkap serta memiliki sikap dan perilaku yang
paripurna”. Bila semua itu terpancar dari diri orang sunda, niscaya
kemajuan akan diraihnya.
Penjabaran dari makna tersebut, maka
orang sunda harus banyak ilmunya, luas wawasannya, ahli dalam bidangnya
serta bijaksana dalam tindakannya (adaptif) serta terintegrasi dengan
lingkungannya. Kesemuanya diraih melalui proses belajar dan latihan pada
paguron-paguron (perguruan) dengan penuh perjuangan. Nilai (Value)
ungakapan di atas, memberi petunjuk kepada kita bahwa untuk mencapai
suatu kemajuan perlu perjuangan melalui proses pendidikan dan pelatihan,
karena pendidikanlah yang akan mengantarkan anak didik mempunyai
wawasan, pengetahuan dan keterampilan, serta sikap dan nilai hidup.
Pembangunan Pendidikan Berbasis Kesundaan
Pembangunan Pendidikan Berbasis Kesundaan
Dasar Filosofi
Kalau seandainya kita mau sedikit
terbuka, dan mau berintrospeksi, terutama menyangkut Budaya Sunda,
banyak nilai-nilai kesundaan yang berkaitan dengan orientasi pembangunan
dalam bidang peningkatan sumber daya manusia.. Bagi masyarakat Sunda
filosopi tentang hal tersebut yaitu bagimana cara membentuk manusia yang
berbasiskan “Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar